Lihat...
Tepat setelah lampu-lampu dipadamkanKau menyala sebagai satu-satunya yang ku rindukan
Disini,
Di tempat yang paling kau hindari
Aku pernah berdiri
Menggores kata menulis warna
Pada ratapan panjang yang menguat dalam dinding kecemasan
Aku mengisahkan kenangan di kepasrahan yang begitu lapang
Retak berserakan..
Tanpa kediaman
Terkoyak sepi, melayang di antara pekat aroma kopi
Dengar..
Tepat setelah jejak-jejak di langkahkan
kau menyapa sebagai satu-satunya yang ku nantikan
Disini, di peluk yang pernah kau nikmati
Aku masih sendiri
Mencari kehilangan, menemui perpisahan
Pada letupan kenang yang memuat kekosongan
Aku membicarakan senyummu di keindahan yang telah hilang
Hancur berkeping, tersapu kesunyian, terinjak lara
terlarut dalam pahit di seduh air mata
Tunggu..
Santailah sejenak
Karna tepat setelah meja-meja di tinggalkan
Kedai ini menyesak sebagai satu-satunya keterangan
Satu kisah yang pernah kita upayakan
Beribu rencana yang pernah kita perjuangan, lenyap
kau memutuskan berpindah hati
Sebelum satu persatu rencana berhasil diwujudkan
Menggores kesadaran
menyayat perasaan
Pada setiap kata uang memuat pernyataan
Aku mencari kau yang ku rindukan
Aku menyapa kau yang aku nantikan
Aku mencari
Aku menyapa
Aku menanti
Aku merindu
Aku terisak
Aku menunggu hadirmu
Dan kini, satu-satunya yang tersisa hanyalah goresan yang ku buat
sabagai prasasti kesendirian
Kapanpun sunyi merasuk jiwamu, kemarilah
pesan kopi terpahit dengan kenangan termanismu
Genggam kesedihanmu sebagai duka paling bahagia
Dan bila hatimu butuh didengarkan
Temui aku dalam perbincangan, niscaya kopi yang kau pesan
tak akan sepahit kehilangan.
Comments
Post a Comment