Sore ini, setelah melepas lelah dengan tidur siang,
menghilangkan penat setelah seharian menjalani rutinitas. Aku terbangun dan
tersadar, waktu menyadarkanku tentang diriku, tentang apa yang telah kulalui
dan tentang apa yang kuinginkan. Membuka layar ponsel bertebaran kabar bahagia
hari ini, satu per satu teman menemukan sosok yang menjadi teman hidupnya. Melihat
bidikan kamera atas mereka yang berbahagia pada satu hari yang bersejarah ini,
aku tersadar bahkan bayangan tentang pernikahan seperti apakah dengan siapakah
gerangan sosok itu belum juga menghampiri benak ku, sangat misteri. Aku ingin,
sangat ingin, siapa yang tidak ingin jika ada seseorang yang mencintaimu dengan
utuh, menjadi temanmu seharian penuh tanpa batas waktu dan tanpa ribuan tanya
menerka bila kau bersamanya, mengingatmu, mendukung setiap langkahmu dengan doa
dan semampumu yang dia bisa menjagamu. Aku ingin namun aku tidak bisa
membayangkan akan sebahagia apa hari itu datang kepadaku. Dulu, dulu sekali
pada saat seharusnya aku berfokus pada diriku, aku pernah membayangkan hari itu
datang bersama orang yang menemani perjalananku. Membayangkan, berharap dengan
siapa yang akan menjadi teman hidup saat ini bagiku sungguh terlalu abu-abu. Aku
pernah menggantungkan harapan pada manusia dan berujung kecewa. Aku pernah
percaya kepada seseorang dan aku belajar tentang luka yang membutuhkan waktu
yang lama dalam menyembuhkannya. Aku tidak ingin bermain-main lagi dengan
cinta, karena ketika aku jatuh cinta aku akan memberikan lebih kepadanya
termasuk kepercayaanku, untuk teman perjalananku nanti, kau yang kini sama
sekali tidak terbayangkan olehku siapa sosokmu. Semoga dalam perjalanan kita
saat ini, ketika kau dan aku belum saling dipertemukan, kita bisa sama-sama
menjaga cinta kita hingga waktu itu tiba, bersabar dan tetap berusaha menjadi
lebih baik untuk diri kita saat ini. Temanku, siapapun kamu nanti, aku rindu
sungguh aku merindukanmu, sosok yang nanti akan bersamanya aku habiskan waktu,
melepas rindu yang selama ini hanya ku sampaikan pada langit biru dan awan-awan
putih lembut yang bergerumul saat menanti senja hari di loteng lantai 2
tempatku tinggal saat ini.
Lihat... Tepat setelah lampu-lampu dipadamkan Kau menyala sebagai satu-satunya yang ku rindukan Disini, Di tempat yang paling kau hindari Aku pernah berdiri Menggores kata menulis warna Pada ratapan panjang yang menguat dalam dinding kecemasan Aku mengisahkan kenangan di kepasrahan yang begitu lapang Retak berserakan.. Tanpa kediaman Terkoyak sepi, melayang di antara pekat aroma kopi Dengar.. Tepat setelah jejak-jejak di langkahkan kau menyapa sebagai satu-satunya yang ku nantikan Disini, di peluk yang pernah kau nikmati Aku masih sendiri Mencari kehilangan, menemui perpisahan Pada letupan kenang yang memuat kekosongan Aku membicarakan senyummu di keindahan yang telah hilang Hancur berkeping, tersapu kesunyian, terinjak lara terlarut dalam pahit di seduh air mata Tunggu.. Santailah sejenak Karna tepat setelah meja-meja di tinggalkan Kedai ini menyesak sebagai satu-satunya keterangan Satu kisah yang pernah kita upayakan Beribu rencana yang pernah kita perjuangan, lenyap kau memutuskan b
Comments
Post a Comment