Terima
kasih, Mesen Raya
Setelah nostalgia mengingat-ingat masa lalu kehidupan organisasi yang sudah seperti keluarga
keduaku, tempat ku berkeluh kesah dan belajar banyak hal, kemarin aku mendengar
kabar perihal kampusku yang akan dipindah (lagi), kalo yang ini bukan hanya
wacana seperti kabar yang beredar sebelumnya. Ya, kampus Psikologi UNS akan kembali
ke kampus pusat (Kentingan) bulan Januari ini. Sedikit menengok kebelakang, aku
mau menceritakan perkenalanku dengannya, M.E.S.E.N. Waktu itu, aku sebagai
angkatan 2010 yang menghabiskan setengah tahun pertama kuliah di kampus
Tirtomoyo mendapat kabar bahwa kampus akan diboyong ke kampus Mesen. Pertama
kali mendengar namanya terkesan tidak familiar, dan yang namanya kalo udah
nyaman sesuatu untuk pindah ke lain hati itu rasanya males banget, susaah *bukan
curhat. Waktu satu semester untuk merasa nyaman dengan kampus Tirtomoyo rasanya
sudah cukup, tiba-tiba harus menyesuaikan lagi ke lingkungan baru yang notabene
kehidupan kampus bagi aku yang baru lulus SMA dan pertama kali tinggal jauh
dari orangtua saja sudah cukup menguras hati dan ini harus beradaptasi dengan cepat kesekian kalinya. Berat memang, tetapi mau
ngga mau, suka nggak suka harus pindah. Kesan pertama melihat kampus Mesen?
Sama halnya dengan pertama kali aku melihat kampus Tirtomoyo, yang muncul dalam
benakku adalah ini kampus apa sekolahan ya? walaupun dipindah tetep sama aja kaya
sekolahan. Huft. Memang sih di luar ekspektasi waktu jadi mahasiswa baru dulu yang
membayangkan kampus itu seperti di TV (korban sinetron), tetapi ketika pada
kenyataan mendapatkan hal yang seperti ini ya harus diterima gitu, mau gimana lagi. Jujur memang
awalnya aku sendiri merasa nggak nyaman di kampus Mesen, kesannya serem,
angker, terpencil, dan berbagai anggapan negatif lainnya. Waktu berlalu, berkegiatan kuliah
seperti biasanya dan bersamaan dengan itu penerimaan yang akhirnya menjadi
perasaan nyaman mulai muncul. Fasilitas mulai dibenahi perlahan tapi pasti
untuk menunjang kenyamanan para penduduknya sehingga kerasan di tempat baru ini.
Mulai dari kantin , ruang kelas hingga kamar mandinya (dipojokan banget) dan yang lebih istimewa
adalah ruang HIMAPSI tercinta yang teramat luas, amazing (bahkan masuk rekor
sekre terluas di FK atau malah se-UNS yak.haha). Aku menyadari yang namanya
kenyamanan itu memang diciptakan dan akan muncul dengan seiring berjalan waktu dengan penerimaan positif dari diri kita.
Di kampus ini, banyak
hal sudah aku lewatkan. Mesen menjadi tembok yang bisa berbicara, yang mengerti
suasana hati manusia yang tinggal di dalamnya. Di tempat ini selain belajar di
ruang kuliah aku juga belajar banyak hal di luar. Ketika di lobi bertemu,
bertegur sapa dengan berbagai angkatan yang tadinya nggak kenal gara-gara
sering duduk nongki berebut WiFi bareng jadi bisa kenal bahkan dekat dan jadian*eh. Kantin
yang pelayanannya super ramah, serasa makan di rumah, Bu No dan Alm. Pak No menjadi
orang tua kedua di kampus ini yang selalu sigap menolong ketika ada mahasiswa
yang kesulitan, kehilangan kunci motor karena teledor misalnya (inget banget
gara-gara saking seringnya kehilangan kunci
terus dikerjain sama Pak No ternyata kunciku masih nyangkut di motor dan
diumpetin sama beliau, udah muter pusing nyari kesana-sini yang biasanya Pak No
ikut panik ini nggak kaya biasanya senyum-senyum aja, ada yang janggal dan
ternyata bener kunci motorku disimpenin sama beliau pun ketika ban motor kempes
beliau lah yang ada di barisan pertama membantuku, terima kasih Pak No jasamu
untuk warga Mesen tak akan terlupa semoga menjadi amal kebaikanmu di sisi-Nya).
Mungkin kalo aku
ceritakan semua bagian Mesen yang punya memori tersendiri bagi manusia yang tinggal di dalamnya akan sangat banyak,
berlembar-lembar jika dituliskan. Mesen, setiap sudutnya memiliki kenangan
tersendiri bagiku. Saat aku seneng, bahagia, sedih, galau, marah, kesal,
kecewa, jatuh cinta bahkan patah hatipun tembok Mesen jadi saksinya. Selama
empat tahun aku tinggal di Mesen terlalu banyak kenangan dan sekarang Mesen
hanya akan tinggal cerita. Bagaimana aku menunggu seseorang kala itu di ujung
senja, saat menunggu hujan reda bercengkerama dengan penduduk Mesen lainnya
merayakan kebersamaan di ruangan pojok berwarna biru muda. Bagaimana aku pernah
benar-benar merasa sendiri dan terasingkan, tempat inilah yang menawarkan
pelipurnya, ya walau aku merasa sendiri dan terkucilkan di sudut Mesen ini akan
selalu ada yang tetiba menghiburku biasanya dari adik-adik tingkat yang tentu
tidak tahu menahu tentang permasalahanku, mereka hanya ingin menemani.
Disinilah, kekeluargaan yang sangat dekat walau bukan sedarah tercipta. Dulu
ada yang bilang karena lingkup kampusnya kecil sehingga kemana-mana ketemunya
itu-itu aja, justru karena itulah yang mendekatkan, menghangatkan kebersamaan. Terima
kasih Mesen yang menjadi bagian dari hidupku memberi warna dan memori yang
tidak akan terlupa. Kata orang kamu akan merasa benar-benar kehilangan ketika
sesuatu/seseorang itu tidak ada bersamamu lagi dan sekarang walaupun sudah dua
tahun aku meninggalkan dunia kampus tetapi rasanya baru sekarang merasakan seperti
orang yang patah hati dikecewakan kekasih hati *hadeuh. Baru kerasa Mesen
benar-benar hanya akan tinggal cerita, karena nanti kalau aku berkunjung ke
Solo bukan lagi Mesen yang akan kutemui. Terima kasih, Mesen dan seluruh komponen di dalamnya.
Comments
Post a Comment