Happy Friday!
Ah baru saja mencoba
untuk konsisten nyatanya baru jalan beberapa hari sudah mulai menunda-nunda.
Sedih? Iya lah, baru hal kecil seperti ini ibaratnya sesederhana menuangkan
pikiran ke dalam tulisan saja nggak bisa istiqomah apalagi yang lainnya.*sambil
sesenggukan dipojok. Bismillah selalu kembali mengingat motivasi dan niat awal untuk
menulis rutin ketika mulai diserang prokastinasi. Kali ini aku mau bahas
tentang pengendalian diri, termasuk menunda-nunda sesuatu adalah salah satu
ketidakmampuan dalam mengendalikan diri. Ngga usah jauh-jauh aku sendiri masih
tahap belajar mengendalikan diri, terutama mengendalikan pikiran dan perasaan
agar bisa berimbang. Terlalu dominan perasaan berakibat kurang baik, begitu
juga ketika kita terlalu mengedepankan logika tanpa adanya unsur perasaan. Memang
harus seimbang, keduanya harus ada untuk saling melengkapi. Bagi perempuan,
perasaan seringkali lebih mendominasi dalam pengambilan keputusan, baik yang
berkaitan dengan diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Pengendalian
diri yang baik pada seorang perempuan, selain sisi perasaan tentunya ia harus
mempertimbangkan secara logika. Aku sendiri sering menilai diriku terlalu
lamban dalam mengambil keputusan, setelah aku pikirkan dan mengevaluasi apa
yang selama ini aku lakukan ternyata walaupun dari luar terkesan “baperan” atau
dominan perasaan, di dalamnya sungguh banyak sekali pertimbangan yang aku
pikirkan sebelum melakukan suatu hal.
Lalu kemana logika saat
kita sedang jatuh cinta? Hanya orang-orang tertentulah yang bisa tetap waras
(menggunakan logika) saat terjangkiti virus satu ini. Sulit memang
mengendalikan perasaan yang begitu membuncah dengan logika yang seringkali
bertentangan, tidak sesuai keinginan bahkan menyakitkan. Tetapi untuk sedikit
orang, mereka bisa mengendalikan diri dengan menyeimbangkan antara pikiran dan
perasaan pun saat jatuh cinta melanda. Siapa orang itu? Yang pasti bukan saya. Haha.
Tentang berpikir
sebelum bertindak, mempertimbangkan segala sesuatu memang penting namun bukan
berarti kita harus berlarut-larut memikirkannya sehingga tidak kunjung
melakukan action. Ketika kita pertama
kali dihadapkan pada sebuah permasalahan, seringkali yang muncul adalah reaksi
emosional tanpa berpikir panjang. Hanya 20% manusia yang menggunakan kemampuan
berpikirnya. Manusia cenderung reaktif ketika ada masalah baru. Lalu
bagaimana?apakah kemampuan berpikir yang baik bisa dilatih? Kemampuan berpikir
yang buruk akan berakibat buruk tentunya. Mari kita belajar bersama tentang
ini. Seorang tokoh motivator, Edward De Bono mencetuskan tentang strategi
berpikir menggunakan enam topi berpikir sehingga apa yang kita putuskan bisa
cepat tepat dan efektif sehingga nantinya mempunyai dampak positif. Berikut pemaparan
tentang topi berpikir tersebut :
- Topi putih: mencari fakta, bukti, kenyataan
- Topi merah: emosi, menurut perasaan, intuisi, feeling, tidak bisa dijelaskan logika dan tanpa memperhatikan fakta yang ada.
- Topi kuning: sesuatu yang bermanfaat, keuntungan dan dampak positif.
- Topi hitam: sesuatu yang negatif, resiko, efek negatif dan kerugian. Perlu dipikirkan juga supaya tidak terjadi atau kemungkinannya kecil apa yang perlu dilakukan.
- Topi hijau: mencari alternatif, cara lain, berpikir kreatif, out of the box, membuka kemungkinan yang lain. Tidak perlu dirasional, tidak boleh dihakimi dan sebanyak mungkin.
- Topi biru: berpikir untuk berpikir, menentukan struktur atau alur berpikir.
Cara menggunakan ke enam topi berpikir ini , ketika
kita dihadapkan pada suatu ide/masalah. Pertama, kita memakai topi biru, lalu
topi hijau, selanjutnya topi putih, dilanjutkan topi kuning, setelah itu topi
hitam, ambil kesimpulannya lalu gunakan topi merah setelah kita menemukan fakta
dan solusi pemecahannya, rasakan feelingnya, perkuat intuisinya untuk take action. Setelah tahu cara berpikir
ini tentunya, kita lebih mempertimbangkan untuk menjadi reaktif atau
menggunakan emosional ketika dihadapkan pada suatu masalah. Ini merupakan salah
satu cara mengendalikan diri juga agar kita tidak larut dalam emosi semata.
Menjadi sadar dengan kondisi diri kita sendiri adalah sesuatu yang bijak,
memahami sepenuhnya bukan berarti dengan memberikan toleransi yang tinggi
terhadap apa-apa yang kita lakukan, tetapi kita tahu kapan mengendalikan diri
kita. Salam sadar!
Comments
Post a Comment