Sabtu kelabu bagi jiwa yang tengah merindu,
Entah sudah berapa kali
aku menerima cibiran, anggapan negatif itu. Mungkin diri ini yang tengah
keterlaluan sensitifnya, mau dielak seperti apa hal itu memang nyata adanya, di
depan mataku, aku mendengar dengan
telingaku yang masih normal jangkauan pendengarannya. Mungkin bukan seperti itu
maksudnya, janganlah terlalu berpikiran buruk itu hanya akan merugikanmu. Iya, di
dalam pikiranku kini tengah berkecamuk antara si hitam dan putih, meributkan
perkataan orang lain. Dibandingkan dengan orang lain atas suatu pencapaian
ditambah dengan labelling negative karena belum bisa mencapai suatu hal itu
memang menyakitkan apalagi yang melakukan adalah orang terdekat yang seharusnya
mendukung dalam kondisi krisis seperti saat ini. Apakah diri ini berhak untuk
marah? Aku memang masih tergolong orang yang reaktif cukup emosional untuk
hal-hal yang berbau sensitif seperti ini. Akan ada masanya memang harus
menganggap apa yang dilakukan atau dikatakan orang lain tentangmu bukan
bermaksud merendahkanmu. Anggaplah itu angin lalu, jadikan pelecut bahwa kita
bisa membuktikan anggapan mereka salah tentang diri kita. Aku lebih memilih
diam, belajar mengendalikan emosi, tidak banyak berkata dan melakukan apa yang
seharusnya kulakukan, sederhananya cuek aja jangan terlalu dipikirin pusing
jadinya. Sambil terus berdoa dipasrahkan
kepada Sang Pemegang Skenario Hidup.
Fase ini begitu
menyesakkan dada, menyakitkan jika terus dipikirkan apa kata orang tentangku,
tentang apa yang belum bisa kucapai saat ini. Menjadi anak pertama bagi seorang
perempuan memang berat kata seorang sahabatku, banyak hal yang harus dipikirkan
seorang diri. Ya hanya sendiri. Kamu akan merasa beban tertumpu padamu seorang
karena kamulah anak pertama yang harus jadi contoh bagi adik-adikmu, harapan
besar bagi kedua orangtuamu. Kata sahabatku selanjutnya “Makanya aku ngga
pengen besok anak pertamaku perempuan, kasian..beban pikirannya banyak, berat..”.
Sejak kecil aku tidak pernah minta macam-macam, minta dituruti mau ini itu. Aku
memang sedikit keras kepala ketika menentukan sesuatu harus sesuai keinginanku,
tetapi aku tidak pernah meminta apalagi menuntut lebih kepada kedua orangtua,
karena aku tahu dan sadar akan posisiku sebagai anak pertama, aku menerima apa
yang sudah orangtua berikan padaku karena seharusnya akulah yang bisa
memberikan lebih untuk mereka kelak. Memendam dan menahan itu yang aku bisa
lakukan saat ini, sembari berdoa semoga diberi kesempatan untuk membuat mereka
bahagia melihatku ada. Aku yakin kesabaran yang kulatih sedikit demi sedikit
saat ini akan sangat bermanfaat untuk episode kesabaran selanjutnya. Setiap apa
yang kau tanam kelak akan menuai hasilnya, sabar J. Jadikanlah
sholat dan sabar sebagai penolongmu, dear (Al-Baqarah-153).
Ramuan mair kalo lagi
sedih gini ambil wudhu, sholat habis itu dengerin instrumental yang bikin
semangat lagi. Hehe karena menyemangati diri sendiri itu perlu, mengubah mood
sih tepatnya agar kembali ke jalan yang rasional. haha
Comments
Post a Comment