Skip to main content

Day 9 Sabtu Pagiku

Sabtu kelabu bagi jiwa yang tengah merindu,

Entah sudah berapa kali aku menerima cibiran, anggapan negatif itu. Mungkin diri ini yang tengah keterlaluan sensitifnya, mau dielak seperti apa hal itu memang nyata adanya, di depan  mataku, aku mendengar dengan telingaku yang masih normal jangkauan pendengarannya. Mungkin bukan seperti itu maksudnya, janganlah terlalu berpikiran buruk itu hanya akan merugikanmu. Iya, di dalam pikiranku kini tengah berkecamuk antara si hitam dan putih, meributkan perkataan orang lain. Dibandingkan dengan orang lain atas suatu pencapaian ditambah dengan labelling negative karena belum bisa mencapai suatu hal itu memang menyakitkan apalagi yang melakukan adalah orang terdekat yang seharusnya mendukung dalam kondisi krisis seperti saat ini. Apakah diri ini berhak untuk marah? Aku memang masih tergolong orang yang reaktif cukup emosional untuk hal-hal yang berbau sensitif seperti ini. Akan ada masanya memang harus menganggap apa yang dilakukan atau dikatakan orang lain tentangmu bukan bermaksud merendahkanmu. Anggaplah itu angin lalu, jadikan pelecut bahwa kita bisa membuktikan anggapan mereka salah tentang diri kita. Aku lebih memilih diam, belajar mengendalikan emosi, tidak banyak berkata dan melakukan apa yang seharusnya kulakukan, sederhananya cuek aja jangan terlalu dipikirin pusing jadinya. Sambil terus berdoa  dipasrahkan kepada Sang Pemegang Skenario Hidup.
Fase ini begitu menyesakkan dada, menyakitkan jika terus dipikirkan apa kata orang tentangku, tentang apa yang belum bisa kucapai saat ini. Menjadi anak pertama bagi seorang perempuan memang berat kata seorang sahabatku, banyak hal yang harus dipikirkan seorang diri. Ya hanya sendiri. Kamu akan merasa beban tertumpu padamu seorang karena kamulah anak pertama yang harus jadi contoh bagi adik-adikmu, harapan besar bagi kedua orangtuamu. Kata sahabatku selanjutnya “Makanya aku ngga pengen besok anak pertamaku perempuan, kasian..beban pikirannya banyak, berat..”. Sejak kecil aku tidak pernah minta macam-macam, minta dituruti mau ini itu. Aku memang sedikit keras kepala ketika menentukan sesuatu harus sesuai keinginanku, tetapi aku tidak pernah meminta apalagi menuntut lebih kepada kedua orangtua, karena aku tahu dan sadar akan posisiku sebagai anak pertama, aku menerima apa yang sudah orangtua berikan padaku karena seharusnya akulah yang bisa memberikan lebih untuk mereka kelak. Memendam dan menahan itu yang aku bisa lakukan saat ini, sembari berdoa semoga diberi kesempatan untuk membuat mereka bahagia melihatku ada. Aku yakin kesabaran yang kulatih sedikit demi sedikit saat ini akan sangat bermanfaat untuk episode kesabaran selanjutnya. Setiap apa yang kau tanam kelak akan menuai hasilnya, sabar J. Jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolongmu, dear (Al-Baqarah-153). 
Ramuan mair kalo lagi sedih gini ambil wudhu, sholat habis itu dengerin instrumental yang bikin semangat lagi. Hehe karena menyemangati diri sendiri itu perlu, mengubah mood sih tepatnya agar kembali ke jalan yang rasional. haha



Comments

Popular posts from this blog

Kopi, Lukisan dan Kenangan (Wira Nagara)

Lihat... Tepat setelah lampu-lampu dipadamkan Kau menyala sebagai satu-satunya yang ku rindukan Disini, Di tempat yang paling kau hindari Aku pernah berdiri Menggores kata menulis warna Pada ratapan panjang yang menguat dalam dinding kecemasan Aku mengisahkan kenangan di kepasrahan yang begitu lapang Retak berserakan.. Tanpa kediaman Terkoyak sepi, melayang di antara pekat aroma kopi Dengar.. Tepat setelah jejak-jejak di langkahkan kau menyapa sebagai satu-satunya yang ku nantikan Disini, di peluk yang pernah kau nikmati Aku masih sendiri Mencari kehilangan, menemui perpisahan Pada letupan kenang yang memuat kekosongan Aku membicarakan senyummu di keindahan yang telah hilang Hancur berkeping, tersapu kesunyian, terinjak lara terlarut dalam pahit di seduh air mata Tunggu.. Santailah sejenak Karna tepat setelah meja-meja di tinggalkan Kedai ini menyesak sebagai satu-satunya keterangan Satu kisah yang pernah kita upayakan Beribu rencana yang pernah kita perjuangan, lenyap kau memutuskan b

Tipe Kepribadian Hippocrates-Galenus

Lebih dari 400 tahun sebelum Masehi, Hippocrates, seorang tabib dan ahli filsafat yang sangat pandai dari Yunani,mengemukakan suatu teori kepribadian yang mengatakan bahwa pada dasarnya ada empat tipe temperamen. Sebenarnya, ada beberapa teori mengenai macam – macam kepribadian.

Lambat laun, sekarang atau nanti. Sama.

 Lambat laun rasa sakit ini berubah menjadi hambar Lambat laun rasa yang menggebu ini memudar Lambat laun rasa ini menjadi biasa saja Lambat laun semuanya akan berakhir pelan tapi terlihat baik-baik saja, begitu katamu. Perlahan aku akan membuka untuk hati yang baru, itu harapmu. Entahlah, saat ini aku hanya berdoa yang terbaik untukku apapun itu.